Keputusan Hollywood melalui Motion Pictures Association (MPA) untuk stop mengedarkan produksi film bukan dikarenakan beban pajak yang semakin besar. Lebih dari itu, Hollywood ingin memegang prinsip.
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, Hollywood akan mengeluarkan kocek jebih jika pajak bea masuk atas hak distribusi film impor diberlakukan. Namun kocek bukan masalah bagi mereka.
"Bukan masalah berapa besaran pajak mereka, bukan karena uang. Lebih dari itu mereka memegang prinsip di belahan dunia lain. Tidak ada di dunia manapun pajak bea masuk atas hak distribusi film impor, cuma di Indonesia. Yang ada pajak barang yang masuk. Itu lah karenanya mereka berprinsip kebijakan itu tidak lazim sama sekali," kata Juru Bicara 21 Cineplex Noorca Massardi.
Sebelum kebijakan itu disahkan, pihak MPA sudah melakukan negosiasi dengan Dirjen Pajak. Tapi usulan mereka, tegas Noorca, tidak didegarkan. Alhasil kebijakan itu pun berjalan.
"Dan akibatnya mereka tidak ingin mengedarkan. Itu konsekuensinya," kata Masardi.
Massardi tidak tahu jelas alasan Dirjen Pajak menerapkan kebijakan tersebut. Hanya saja kebijakan tersebut akan merugikan, bukan menguntungkan.
"Kalau misalnya, pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak ingin menaikan pendapat dari bioskop. Sebutlah ingin menaikan 1000 persen keuntungan pemerintah. Pihak mereka (Hollywood) tidak akan menolak dan tidak bisa menolak. Mereka tidak akan dirugikan. Karena kenaikan 1000 persen (pemasukan pajak) dibebankan ke tiket penjualan setiap tontonan. Itu bisa mencapai sampai Rp 1 juta," papar Massardi.